Desa Plaga yang terletak di daerah hulu Kabupaten Badung merupakan daerah resapan air Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung. Masyarakat di desa ini, terutama yang bermukim di Banjar Bukian dan Kiadan,  berperan penting dalam Program Konservasi yang dijalankan oleh  PT. Tirta Investama (AQUA Group) dan Yayasan Janma. Secara aktif masyarakat melakukan penanaman pohon, pembuatan lubang biopori dan sumur resapan untuk menjaga kuantitas sumber air. Kegiatan konservasi  di Desa Plaga memiliki dampak yang besar bagi ketersediaan sumber air bersih untuk masyarakat Badung Selatan yang terletak di daerah hilir.

Sayangnya, letak Desa Plaga yang berada di hulu justru menyebabkan posisinya berada  jauh di atas permukaan aliran sungai. Kondisi geografis tersebut  berakibat pada terbatasnya akses terhadap air bersih. Warga masyarakat, umumnya perempuan, harus menempuh jarak hingga 1,5 KM di jalan berbukit untuk menuju sumber air terdekat. Keterbatasan akan akses air bersih pun mempengaruhi perilaku higenitas mereka. Salah satu perilaku yang berpengaruh pada kesehatan diri dan lingkungan adalah kebiasaan melakukan buang air besar sembarangan (BABS) di ruang terbuka, seperti kebun. Meskipun mayoritas warga masyarakat Desa Plaga telah memiliki jamban di rumahnya dan juga terdapat peraturan desa yang melarang praktek BABS, biasa disebut awig-awig , namun masih ada yang  melakukannya.  Padahal praktek  tersebut dapat menyebabkan tercemarnya sumber air oleh bakteri e-coli dan tersebarnya penyakit bawaan air, seperti diare. 

Menyadari bahwa perilaku masyarakat di daerah hulu akan mempengaruhi kualitas air yang mengalir ke hilir, maka AQUA Group dan Yayasan Janma mengintegrasikan program Konservasi dengan program Water Access, Sanitation and Hygiene (WASH) di Banjar Bukian dan Kiadan, Desa Plaga. Untuk mendorong masyarakat mempraktekkan perilaku sanitasi dan higienitas dalam kesehariannya, AQUA dan Yayasan Janma melakukan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang terdiri dari 5 (lima) pilar yaitu stop BABS, cuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan rumah tangga, mengelola sampah rumah tangga dan mengelola limbah cair rumah tangga. Kegiatan awal yang dilakukan adalah melakukan sosialisai program kepada perangkat banjar dan masyarakat umum. Langkah ini diikuti dengan pembentukan kader yang  berjumlah 20 orang, dimana para kader tersebut merupakan perwakilan dari kedua banjar. Mereka kemudian mengikuti pelatihan Training of Trainer (TOT) yang turut difasilitasi oleh Water Sanitation Program (WSP) dari World Bank. Dalam pelatihan ini mereka diajarkan untuk melakukan pemicuan sekaligus rencana tindak lanjut di masyarakat.

Paska pelatihan, para kader berperan aktif dalam proses pemicuan. Mereka melakukan pendekatan kepada warga yang belum memiliki jamban sehat. Bersama dengan AQUA dan Yayasan Janma, mereka pun mengembangkan dan menyebarkan materi komunikasi STBM dalam bentuk poster, banner, spanduk dan stiker di lingkungan desa. Para kader juga mendatangi posyandu untuk melakukan promosi langsung kepada para ibu.

Tantangan ketiadaan akses air bersih, yang menjadi salah satu faktor pendukung kebiasaan BABS masyarakat, dijawab dengan pembangunan sarana air bersih yang menggunakan teknologi pompa hidram untuk mengalirkan air dari sumber ke lokasi bermukimnya  133  kepala keluarga di Banjar Bukian. Untuk memastikan keberlanjutan sarana terbangun, program juga memfasilitasi terbentuknya pengelola sarana air. Adapun masyarakat di Banjar Kiadan akan mendapatkan akses air bersih dari sarana air yang rencananya segera dibangun oleh pemerintah daerah.

Upaya untuk mengubah perilaku masyarakat melalui pendekatan STBM dan pembangunan sarana air bersih di Desa Plaga mendapatkan dukungan penuh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dan Dinas Kesehatan Propinsi Bali. Dukungan yang diberikan berupa pendistribusian media komunikasi STBM dan saran untuk meningkatkan kualitas implementasi program di lapangan.

Kerja sama yang baik diantara para pihak dan kuatnya kemauan masyarakat untuk berubah, menjadikan Banjar Bukian dan Kiadan sebagai daerah bebas BABS.  Sebanyak 202 KK yang tinggal di kedua banjar telah menggunakan jamban sehat sebagai sarana BAB.  Pada 17 Januari 2014, bersamaan dengan peresmian program, AQUA memfasilitasi perangkat Banjar Bukidan dan Kiadan mendeklarasikan daerah mereka sebagai Open Defecation Free (ODF). Selanjutnya sertifikasi ODF diserahkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Badung. Di akhir acara dilakukan prosesi pelepasan balon udara yang diberi nama Dream Ball Warrior. Prosesi ini memiliki filosofi menerbangkan cita-cita dan harapan tentang kelestarian DAS Ayung, serta memberitahukan pada seluruh masyarakat untuk senantiasa menjaga dan melestarikan daerah hulu untuk kelestarian DAS Ayung.