Dr. Rina Agustina, MSc, PhD

Peran air terhadap tubuh seringkali terabaikan atau terlupakan. Padahal kebiasaan minum minuman yang kurang sehat – rendahnya asupan air putih dan tingginya asupan minuman bergula – dapat menyebabkan obesitas dan kelebihan berat badan serta gangguan kardiometabolik. Di sisi lain, kondisi obesitas dan kelebihan berat badan yang timbul di awal masa kanak-kanak, nantinya dapat berkembang menjadi penyakit tidak menular saat dewasa kelak.

Hal ini menjadi salah satu topik menarik pada ‘The 3rd Jakarta Annual Meeting of Clinical Nutrition 2016’ tanggal 7 Agustus 2016 lalu yang bertemakan ‘Bridging the Nutritional Therapy of Metabolic Alterations and Natural Healthy Diet in Daily Practice’.

Kini obesitas menjadi pandemik di dunia. Dari data CDC, pada tahun 2008 young obesity dialami oleh 10% laki-laki dan 14% perempuan. Obesitas pada usia muda ini dapat menjadi faktor risiko penyakit kardiovaskular dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan beragam masalah kesehatan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan lainnya.

Prevalensi obesitas pada anak di Indonesia, dari data Kemenkes (2013) dan studi oleh Yussac dkk (2007), obesitas di kelompok usia 5-12 tahun di tahun 2010-2013, mencapai 30%. Yang menjadikan masalah ini cukup kompleks di Indonesia karena ternyata young obesity dan stunting terjadi secara bersamaan. Itu sebabnya pendekatan untuk pencegahan obesitas pun menjadi kompleks yang melibatkan beberapa faktor, antar lain asupan kalsium, maturasi mikrobioma atau alterasi epigenom dan buruknya pola makan. Dari faktor tersebut, yang terpenting adalah buruknya pola makan dan asupan kalori yang berlebihan. Dari buruknya pola makan, ternyata minuman berkarbohidrat memberikan rasa kenyang yang rendah dan hal ini berkontribusi pada peningkatan metabolik.

 

Rekomendasi healthy diets yang sudah ada masih belum memasukkan air putih namun hanya memasukkan dairy. Tetapi pada tahun 2015, Harvard University mengeluarkan rekomendasi Healthy Eating Plate yang sudah memasukkan asupan air dan jenis cairan lainnya walau belum ada anjuran berapa besaran jumlahnya. Penelitian tentang air masih belum ada atau masih kurang dan biasanya jumlah fluid intake merupakan bagian dari penelitian food intake yang cenderung underestimate.

 

Air dan Obesitas

Mekanisme jumlah asupan air dan obesitas membawa paradigma baru dan fisiologi yang terungkap oleh ragam penelitian dalam 6 tahun belakangan ini, yaitu rendahnya asupan air dan tingginya asupan minuman bergula dapat menimbulkan masalah pada obesitas. ‘Jalur’obesitas inilah yang menyebabkan perubahan pada marker-marker metabolik, seperti lingkar pinggang, tekanan darah, kadar glukosa darah puasa, kolesterol HDL, dan trigliserida. Marker tersebut merupakan marker diganostik sindroma metabolik.

Salah satu jalur yang menarik adalah yang melibatkan vasopresin yang berfungsi untuk hemostasis cairan tubuh. Vasopresin ini memiliki banyak reseptor. Jalur pada reseptor vasopresin 1b akan menstimulasi ACTH dan marker baru yaitu copeptin. Copeptin ini dapat digunakan sebagai marker yang menunjukkan atau mendeteksi perkembangan terjadinya diabetes melitus dan ragam sindrom metabolik lainnya. Semua reseptor tersebut dengan berbagai macam jalur yang meningkatkan kadar glukosa darah dan banyak studi yang telah menggunakan copeptin sebagai marker kemungkinan terjadinya sindrom metabolik. Vasopresin sendiri dapat meningkat bila terjadi insufisiensi asupan air dan tidak bisa digantikan tetapi harus diganti dengan air karena dapat meningkatkan ACTH dan kortisol, jadi asupan air yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan kadar vasopresin.

Dari sebuah studi (Banasiuk, 2004), pasien dengan hipertensi primer memiliki kadar copeptin yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang normal. Studi yang mempelajari copeptin pada anak (Schiel, 2016), elevasinya jelas terlihat pada anak dengan diabetes melitus tipe 1 dan copeptin dapat menjadi marker penilai fungsi ginjal.

Penelitian baru IHWG dilakukan pada 200 anak remaja usia 10-15 tahun di Jakarta, yang mengukur tekanan darah dan kadar glukosa darah. Hasilnya menunjukkan, dengan meningkatkan asupan air putih 1,1 mL/hari dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa sebesar 0,1 mg/dL. Hasil ini setara dengan penelitian sebelumnya (Mucklebauer, 2009), yaitu dengan meningkatkan asupan air putih 1,1 gelas/hari dapat menurunkan risiko terjadinya kelebihan berat badan (overweight) sebesar 31%.

Sebagai kesimpulan, copeptin adalah marker baru yang inovatif yang dapat dijadikan subyek baru pada penelitian-penelitian yang akan datang. Untuk anak dan remaja, dianjurkan untuk menjaga jumlah asupan air secara adekuat dan membatasi asupan minuman bergula/berkalori, guna menghindari risiko terjadinya kelebihan berat badan, obesitas dan masalah pada kardio-metabolik nantinya. MD